Berita Hindu Indonesia - Upacara Tawur Agung Nasional Tahun Baru Saka 1938 / 2016 M di pelataran Candi Prambanan berlangsung semarak dan khidmat. Meskipun tidak jadi dihadiri Presiden Jokowi, antusiasme umat dalam mengikuti seluruh rangkaian acara demi acara sangat tinggi dan cukup tertib. Hadir dalam kesempatan tersebut Menteri Agama, Menteri Koperasi dan UMKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Bupati Klaten Hj Sri Hartini SE, Forkompinda Jateng dan DIY, serta lebih dari 25 ribuan umat Hindu dari berbagai daerah di Jateng dan DIY.
Gubernur Jateng H Ganjar Pranowo mempunyai harapan besar dari umat Hindu. harapan tersebut disampaikannya ketika memberikan sambutan di hadapan Menteri Agama RI dan 20 ribuan umat Hindu yang menghadiri ritual Tawur Agung sebagai rangkaian dari prosesi hari raya Nyepi.
Menurut Gubernur Jateng yang dikenal merakyat ini, Nyepi merupakan ritual menyucikan, menyeimbangkan, keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, dengan alam lingkungan, dan manusia. Adapun manifestasi dari itu semua adalah menggerakkan seluruh indera tubuh, wajib senantiasa menumbuhkan kepedulian dan empati terhadap sesama makhuk hidup. Adapun wujud nyatanya antara lain membantu saudara, teman, atau orang lain yang hidup dalam kondisi ekonomi sulit, meluruskan yang salah jalan, serta memberikan pemahaman bagi yang salah paham dan pahamnya salah. Jangan ada yang rumangsa bisa, merasa jumawa. Semua harus bisa merasakan sebagai satu keluarga besar, dan nilai spiritual dalam Nyepi ini bukanlah untuk pribadi, namun satu kesatuan untuk kebersamaan. "Dengan Nyepi, kita perkuat tekad dan merawat semangat untuk melakukan tindakan bermanfaat. Keberagaman yang ada di bumi Indonesia hakekatnya adalah rahmat yang harus kita syukuri dan jaga," tambah Ganjar Pranowo yang sangat aktif menyapa rakyat Jateng melalui media sosial Twitter.
Senada seirama dengan Gubernur Jateng, Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin juga memiliki harapan yang sama. Dalam sambutannya Menteri Agama menyatakatan bahwa Tawur Agung ini merupakan puncak upacara Nyepi yang penuh makna, tidak hanya bagi umat Hindu tapi juga semua. Termasuk filosofi dan makna Nyepi, yaitu manusia pada suatu momen tertentu harus melakukan intropeksi, evaluasi, dan mawas diri sebagai manusia dan mahluk Tuhan," kata Lukman. Lebih lanjut Menteri Agama sangat mengapresiasi tema perayaan Hari Raya Nyepi tahun baru Saka 1938/2016 M, yakni "Keberagaman Perekat Persatuan". Menurutnya tema tersebut penting dan relevan dengan kondisi Indonesia yang majemuk dan kaya dengan beragam suku, ras, budaya, dan agama.
"Tema ini diharapkan menjadi pedoman untuk mewujudkan persatuan bangsa Indonesia. Umat Hindu harus mampu merealisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Hari Raya Nyepi sebagai sumber inspirasi untuk memelihara berbagai perbedaan. Kita memerlukan ikatan persatuan yang kokoh di tengah keberagaman. Kita harus hidup rukun, damai, dan saling toleransi," tandasnya.
Bagi umat Hindu, lanjut dia, Nyepi bukan hanya sarana refleksi untuk menyucikan diri dari sifat-sifat adharma yang berwujud pikiran, perbuatan, maupun perkataan. Namun menjaga jiwa dan raga untuk berkonsentrasi penuh hanya pada jalan Tuhan. Menurutnya, perayaan Nyepi 2016 yang bertepatan dengan gerhana matahari total merupakan Nyepi yang istimewa. Sebab, alam pun melakukan amati geni atau tidak menuruti keinginan menyalakan api, termasuk api amarah dan hawa nafsu seperti salah satu dari empat pantangan (Catur Brata) yang sedang dilakukan umat Hindu.
"Saya berharap umat Hindu dapat berkontribusi aktif menciptakan keharmonisan, memelihara kerukunan, dan membangun rasa persaudaraan dalam kehidupan bermasyarakat. Nyepi akan memperkokoh persatuan, kesatuan, dan kemajuan bangsa," katanya.
Sementara itu Dharmawacana Nyepi yang disampaikan oleh Ketua Umum Perisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, Mayjen TNI (Purn) Sang Nyoman Suwisma mengatakan, "Melalui peringatan Nyepi tahun ini tidak ditujukan untuk mengejar kemewahan maupun kemeriahan, tetapi untuk menjaga persatuan dengan sesama dan harmoni dengan alam. Bhinneka Tunggal Ika mengajarkan bahwa keberagaman yang kita warisi hendaknya dipelihara dan menjadi perekat," katanya.
Acara seremonial diakhiri dengan pementasan sendratari Ramayana yang secara simbolis menggambarkan keberagaman dan kekayaan budaya nusantara yang bisa menjadi perekat persatuan dan kesatuan NKRI. Setelah Menteri Agama dan tamu undangan lainnya meninggalkan tempat upacara, umat Hindu yang hadir melaksanakan persembahyangan bersama dan diakhiri dengan pembagian air suci.