Berita Hindu Indonesia - Weda adalah kitab suci agama Hindu. Weda
berasal dari kata widya yang artinya pengetahuan. Weda sering disebut samudra
pengetahuan. Bukan hanya untuk umat hindu semata tetapi secara lebih luas
adalah umat manusia dan semua mahluk. Weda sendiri terdiri dari 4 kelompok
besar yaitu
- Sama Weda
- Reg Weda
- Antharwa Weda
- Yayur Weda.
Setiap bagian
catur weda ini mempunyai kekhususan misalnya yayur weda untuk pengobatan, sama
weda untuk puji-pujian. Bahasa weda sangat tinggi dengan kiasan dan majas yang
oleh orang biasa agak susah dimengerti secara iplementasi dalam kehidupan. Weda yang termasuk Sruti atau wahyu Tuhan secara langsung oleh Resi Agung Weda
Wyasa dikelompokkan menjadi 4. Selain Weda sebagai sruti wahyu Tuhan secara
langsung, agama Hindu juga mengenal kitab Smerti.
Mahabharata Ajaran Hindu yang Hidup dan Universal
|
Kitab smerti adalah kitab
agama Hindu berasal dari tradisi yang diingat. Smerti ada dua macam yaitu
wedangga dan Upaweda. Wedangga bisa dicontohkan seperti mantra, yadnya dan
astronomi sedangkan Upaweda bisa berupa epos, kisah kuno, kesehatan dan ilmu
seni. Resi Agung Wyasa menyusun Epos besar Mahbharata dan Walmiki menyusun
Ramayana. Dua epos ini sangat terkenal diseluruh dunia tidak terbatas kalangan
agama Hindu tetapi telah menyusupi kebudayaan seluruh antero dunia. Kita bisa
lihat Wayang di Jawa dengan lakon Mahbharata dengan berbagai versi dan
penambahan karakter. peristiwa dan tokoh.
Sesungguhnya Epos Mahbharata adalah
adalah weda smerti yakni Upaweda dengan cerita yang hidup. Cerita yang hidup
maksudnya Mahbharata memuat karakter, tokoh, peristiwa dan filsafat yang hidup yang mudah dimengerti.
Disajikan dalam berbagai bentuk seni misalnya drama, wayang, kekawin, film
maupun cerita bergambar. Pengembangan
Mahabarata sebagai karya seni agung dii nprovisasi dalam berbagai bentuk, baik
tokoh, karakter dan lainnya. Contohnya dalam pertunjukan wayang bisa muncul
tokoh semar, tualen merdah dan sejenisnya padahal dalam karya seni asli tokoh
ini tidak ada. Hal ini lebih sebagai bentuk penembangan sang dalang atau
sutradaranya.
Keluwesan agama Hindu dan Mahbharata sebagai salah satu karya
sastra Hindu melingkupi pikiran umat manusia tanpa terkecuali. Ini dapat kita
lihat ketika orang berbicara Arjuna pasti orang terpikir seorang yang tampan
dan pintar memamanah. Demikian pula Bima sebagai sosok yang kuat apabila kita
menyebutnya. Sebaliknya apabila orang dipanggil seperti Sakuni orang pasti
langsung terpikir sebagai tokoh yang licik dan culas. Sehingga dapat
disimpulkan Mahbharata bisa dijadikan teladan bagi tokoh yang patut diteladani.
Sebut saja Karna yang bernama kecil Radheya dia adalah sosok sahabat sejati.
Salya symbol penghianatan. Yudhistira adalah lambang Dharma, Bhisma symbol
Nasionalisme dan bakti ke orang tua. Widura adalah ahli tata Negara. Sri Krisna
sais kereta Arjuna kereta sebagai wujud personal Tuhan yang menurunkan Bhagawan
gita sehingga kita berharap sebagai manusia selalu mendapat tuntunan Nya
seperti ia menuntun kereta Arjuna. Nah saking terkenal Mahbharata banyak orang
tua yang menamai anak-anaknya seperti tokoh-tokoh Mahabharata seprti Arjuna,
Bima dan lain-lain.
Demikian juga karya sastra seperti novel Arjuna mencari
cinta. Tidak ada maksud membanding-bandingkan Mahabharata, apalagi
merendahkannya. Lebih pada Mahabharata
sebagai bentuk Upaweda yang menginspirasi,
meneladani dan sebagai pegangan hidup. Demikian pula terkait Pilkada Klungkung
2013, tidak ada maksud merendahkan dan tidak menjujungnya sebagai epos besar.
Malah karena menghargainya sebagai salah satu kitab smerti Hindu kita
terinspirasi dan meneladani yang baik pada tokoh dan peristiwanya dan tidak
meniru yang jahat dicerita tersebut. Kita tidak mau seperti Duyodana, kita juga
tidak mau licik seperti Sakuni. Kita pun tidak mau sebagai orang yang beragama
eksklusif terhadap Mahabharata yang
tidak bisa diutak atik karena Sang Hyang Weda saja menyebut untuk semua mahluk
bukan untuk umat Hindu. Makanya dapat disimpulkan Mahbharata adalaha ajaran Hindu yang hidup
dan universal, janganlah kita sebagai orang yang Beragama Hindu yang notabena
yang meyakininya berpikiran sempit dan picik.
Sumber Artikel : Kadek Suandewi Suandewi