Berita Hindu Indonesia - Nusa Penida sebenarnya berasal dari kata, nusa yang artinya pulau, sedangkan kata penida berasal dari kata Pandita, atau pendeta atau brahmana utama. Sebenarnya pandita yang dimaksud adalah Hyang Pasupati atau Bhatara Siwa sebagai raja pandita seluruh jagat.
Bhatara Siwa diyakini turun menuju wilayah tersebut pada tahun saka 50, dan berstana di Gunung Mundhi, disertai permaisuri beliau Dewi Uma. Beliau kemudian menjelma menjadi manusia sakti tanpa tanding, tahu akan segala macam ilmu sastra dan mahir dalam segala macam kepintaran. Singkat katanya beliau menjadi seorang pendeta besar bernama Dukuh Jumpungan. Inilah awal dimana pulau pendeta atau Nusa Pandita yang lama kelamaan menjadi Nusa Penida.
Sedangkan istri dari Dukuh Jumpungan yang merupakan penjelmaan Dewi Uma bernama Ida Bhatari Ni Puri. Pada tahun saka 90, Bhatari Ni Puri melahirkan putra perkasa bernama I Merja. Setelah dewasa, I Merja sama saktinya dengan ibu dan ayahnya. Sama-sama memiliki kedigjayaan yang begitu besar dan gemar akan tapa. Ketika dewasa I Merja menikah dengan seorang gadis dari Loka bernama Ni Luna yang turun ke dunia pada tahun saka 97.
Ni Luna juga senang akan tapa brata. Tempat dimana beliau melakukan yoga kini disebut sebagai Pura Batu Banglas. Dari pernikahan mereka, maka lahirlah seorang putra yang sakti bernama I Renggan. Beliau lahir pada tahun saka 150 dan beliau menikah dengan Ni Merahim yang lahir pada tahun saka 160.
I Renggan yang amat sakti gemar akan tapa memiliki perahu anugrah dari Dukuh Jumpungan. Dengan perahu itulah I Renggan menabrak pulau Nusa hingga terbelah menjadi dua bagian. Yang besar bernama Nusa Gede dan yang kecil bernama Nusa Cenik. Nah sekarang beliau ingin menguji perahu (p.9) dan saktinya kepada rakyat Bali, maka berlayarlah I Renggan Padangbai dan di sana beliau banyak membuat ketakutan rakyat Bali.
Anak buah I Renggan banyak menteror masyarakat di sana dan membawa wabah berupa hama dan banyak menyerang tanaman. Hingga berlarilah masyarakat Bali menuju tempat junjungan mereka, yakni Gunung Agung. Ida Bhatara Hyang Tohlangkir tak berkenan dengan kejadian ini. Kemudian beliau melumpuhkan penyakit yang dibawa oleh I Renggan.
I Renggan yang menikah dengan Ni Merahim memiliki dua orang anak, yang putra bernama I Gede Mecaling dan perempuan bernama Ni Tole, lahir pada tahun saka 180. I Gede Mecaling menikah Sang Ayu Mas Rajeg Bhumi.
Pada tahun 250 saka, Gede Mecaling melakukan tapa di Peed dan pengastawan Ida ditujukan kepada Bhatara Siwa.
Karena saking keras tapa dan brata yang dilakukan oleh Gede Mecaling, maka Bhatara Siwa berkenan memberikan anugerah berupa kesaktian Kanda Sanga. Seketika itu juga Gede Mecaling berubah wujud menjadi sangat menyeramkan. Taringnya panjang dan badannya besar sekali. Suaranya menggetarkan jagat raya, dan oleh sebab itulah kemudian Ida Bhatara Indra turun dari Loka untuk mengatasi ketakutan yang dibuat oleh GedeMecaling.
Bhatara Indra memotong taring dari Gede Mecaling dan membuat jagat tentram kembali. Setelah itu berhasil dilakukan, kemudian I Gede Mecaling kembali melakukan tapa hebat memuja Bhatara Rudra. Dengan ketekunan yang dimiliki oleh Gede Mecaling, maka Ida Bhatara Rudra menjadi asih dan memberikan anugerah kepada I Gede Mecaling berupa lima macam sakti yakni: Taksu kesaktian, taksu pengeger, taksu balian, taksu penolak grubug dan taksu pengadakan mrana.
I Gede Mecaling memimpin semua wong samar dan bebutan-bebutan yang ada di bumi. I Gede Mecaling juga memberikan wewenang sebagai penguasa samudra. Karena menguasai samudra sering juga disebut Ratu Gede Samudra. Gelar dari I Gede Mecaling yang deiberikan oleh Ida Betari Durga Dewi yaitu Papak Poleng dan permaisurinya Sang Ayu Mas Rajeg Bumi diberi gelar Papak Selem. I Gede Ratu Mecaling moksa di Ped dan istrinya moksa di Bias Muntig. Keduanya sekarang sebagai penguasa bumi Nusa Penida dan dapat wewenang sebagai penguasa kematian. Maka bagi umat yang ingin umurnya panjang, sehat, selamat dan lain-lain memohonlah kepada beliau I Gede Mecaling yang akhirnya bergelar Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling. Akan tetapi karena sering ke Bali dan bertemu dengan Ida Bhatari Ratu Niang Sakti, akhirnya Ida Bhatara Ratu Gede Dalem Ped juda menjadi Pengabih Ida Bhatari Ratu Niang Sakti
Dalem Sawang menyampaikan pastu yang berbunyi: "Barang siapa yang ingin menyusung Durga Dewi pengastawanya ke dalem Nusa sepatutnya menggunakan kayu perahu sebagai prelingga sarwa mecaling, karena kayu perahu berasal dari pengendrana Ida Bhatara Siwa (Dukuh Jumpungan), maka sidi, sakti, perkasalah dia".
. Ratu Gede Mecaling distanakan dalam Pura Ratu Gede dan diberi nama suci Ida Bhatara Ratu Hyang Agung Ratu Gede Mecaling. Seluruh sakti yang berupa lima macam taksu tadi adalah hal-hal yang menjadi gegambelan Ida Bhatara. Jadi tidaklah mengherankan jika banyak tapakan, balian, jero dalang, topeng, dan penekun kewisesan melakukan tirakat untuk menyenangkan hati Ratu Gede Mecaling agar menerima berkat yang mereka inginkan.
Tidak ada satupun balian yang kalah, tidak ada satu penekun ilmu kewisesan yang kasor jika sudah mendapatkan anugerah dari Ida Bhatara Gede Mecaling. Semuanya akan siddhimandhi, siddhimantra dan siddhi ngucap. Pelinggih beliau adalah ada di Pura Ratu Gede dengan ciri yang berbeda dari pura-pura lain yang terdapat di wilayah Peed. Seluruh busana pura atau wastra pura berwarna poleng. Dari candi bentar, apit lawang, hingga pelinggih utama, semuanya poleng. Itulah cirinya Pura Ratu Gede Mecaling.
Menurut mitologi, hujan di wilayah Klungkung dan sekitarnya adalah ada di bawah penguasaan Ratu Gede Mecaling. Jadi kepada tukang terang dan pawang hujan, jika ingin sukses berkecimpung pada profsesinya, maka jangan abaikan pemujaan kepada Ratu Gede Mecaling Dalem Nusa.