Berita Hindu Indonesia - Didalam kalangan generasi muda tak terkecuali generasi muda Hindu Indonesia setelah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, orientasinya adalah mencari pekerjaan. Seberapa banyak mereka yang telah menamatkan pendidikan formal muaranya mesti kearah sana – mencari pekerjaan. Seiring dengan populasi pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan ekonomi. Akibat yang terjadi diantaranya adalah formasi pekerjaan yang tersedia menjadi semakin sempit, persaingannya menjadi lebih ketat. Barang siapa yang hanya mengandalkan pendidikan instrinsik (sekedar dapat ijazah) tanpa didukung dengan added value (nilai plus), maka mereka akan tersingkir kalah bersaing didalam pangsa pasar kerja.
Status seseorang yang menyandang sebagai kaum minor ditengah dominasi mayoritas, akan lebih mempersulit keadaan. Tidak sedikit yang kita jumpai dilapangan bahwa diantara formasi pekerjaan yang tersedia itu memang diutamakan atau bahkan diperuntukkan khusus bagi yang memiliki keyakinan tertentu. Jika hal ini yang senantiasa mengemuka didalam kehidupan dunia pangsa kerja di lingkungan ini, maka generasi muda Hindu akan dihadapkan dengan 2 pilihan yang berat dengan mempertaruhkan ketahanan imaninya; Mengutamakan agar mendapatkan pekerjaan dengan mengorbankan keyakinannya atau sebaliknya tetap bertahan pada keyakinannya tetapi harus menggigit jari. Inilah permasalahan yang sesungguhnya mesti segera mendapatkan solusinya.
Formulasi umat Hindu dipandang dari sisi usia, tampaknya perlu diperhatikan. Perkembangan umat Hindu Indonesia sangat fluktuatif dipengaruhi oleh ragam aspek kehidupan. Pada dekade enam puluh tujuh puluhan memiliki catatan yang sangat signifikan, disamping perkembangan kuantitasnya, kualitas dalam hal ketahanan imaninyapun menggembirakan. Jika kini kita berada pada dekade duaribuan, maka secara kasar usia rata-rata umat kini, sebagian besar berada pada kisaran 50 – 70 tahun. Hal ini diperkuat dengan pengangkatan guru Agama Hindu cukup banyak mulai tahun 1979 yang sudah barang tentu mereka kini juga sudah berada di penghujung purna tugasnya.
Konversi keimanan tidak menutup mata secara faktual memang ada di lapangan. Fenomena ini tidak semata dipengaruhi oleh faktor eksternal namun faktor internalpun ikut andil di dalamnya. Satu diantaranya adalah faktor kekurangpekaan para elite di dalam mensikapi situasi dan kondisi yang sedang berkembang. Orientasi yang berupa pikiran, dana dan tenaga sebagian besar tercurah pada masalah pemenuhan kebutuhan ritualitas, mengesampingkan factor pembinaan menpower utamanya bagi generasi mudanya.
Peraturan Pemerintah nomor 55/2007 tentang Pendidikan dan Keagamaan dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha nomor: DJ.V/92/SK/2003 tentang penunjukan PHDI, Pasraman Sekolah Minggu sebagai Penyelenggara Pendidikan Agama Hindu di Tingkat SD s/d Perguruan Tinggi. Kehadiran Pasraman diarahkan bagaimana kita dapat menyediakan wadah untuk mengisi kevakuman pendidikan (tidak tersedianya guru baik tetap maupun tidak tetap) Agama Hindu di Sekolah formal. Sehingga Pasraman ini dihadirkan semata-mata untuk mendapatkan legalitas didalam mengisian nilai raport bagi siswa didik.
Peraturan perundangan yang berlaku menyebutkan bahwa Pendidikan Agama sebagai subsistim dalam Sistim Pendidikan Nasional. Ini artinya; penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar Pendidikan Agama adalah menjadi tanggung jawab penyelenggara institusi pendidikan, dengan berpedoman pada;
- Kurikulum yang berlaku sesuai dengan jenjang kependidikan siswa.
- Siswa mendapat layanan Pendidikan Agama secara adil tidak diskriminatif sesama siswa didik dalam hal sarana dan prasarana proses belajar mengajar.
- Sekolah menyediakan Guru pengajar yang memiliki kwalifikasi sebagaimana yang dipersyaratkan didalam peraturan perundangan.
Sementara itu bagi generasi muda, orientasi yang dihadapi dewasa ini adalah tidak hanya masalah sraddha dan bhakti semata, tetapi lebih membumi mencakup pada tataran religiusitas yang utuh dan segar.
Kini muncul pertanyaan dari mana hal itu bisa didapat, di sinilah pertanyaan yang mesti dijawab oleh para elite umat Hindu di dalam mensikapi perkembangan zaman.
Oleh karenanya dipandang perlu adanya wadah pendidikan non formal – Pasraman Gladi Karya guna menyiapkan generasi muda Hindu yang berkualitas lahir batin dan siap memasuki persaingan dalam pangsa pasar kerja yang pada gilirannya nanti kemandirian umat akan segera dapat diwujudkan.
Peran Pasraman
Secara faktual kini kita telah mengikuti arus perkembangan pendidikan dengan ditandai meningkatnya lulusan pendidikan formal bagi generasi muda Hindu. Namun mereka sebagian besar tidak memiliki daya saing di pangsa pasar kerja dan atau kurang cerdas didalam membaca dan menangkap peluang pasar bisnis. Akibat yang terjadi adalah mereka banyak yang menganggur. Pengangguran intelek sangat rentan terjadinya pengaruh negative yang nuansanya adalah terjadinya konversi keyakinan. Kondisi umat Hindu yang sebagian besar hidup di pedesaan dan pegunungan, hidup dalam dan atau dibawah garis marginal.
Oleh karenanya Pasraman Gladi Karya memiliki peranan yang sangat penting dan lebih luas cakupannya dibandingkan dengan pasraman formal maupun informal. Karena dalam pasraman gladi karya tidak terbatasi oleh mekanisme sebagaimana yang diatur didalam proses pembelajaran formal, mencakup aspek;
A. Perspektif Ideologis;
- Membentuk semangat ingroup dikalangan generasi muda Hindu agar tercipta rasa kecintaan dan bangga terhadap keyakinannya (fanatisme)
- Membangun pembiasaan hidup dalam penghayatan dan pengamalan ajaran Agama Hindu yang utuh dan segar.
- Wadah pembekalan dan pengayaan skill agar memiliki daya saing dalam pangsa pasar kerja.
B. Perspektif Politis
- Wadah pelatihan kepemimpinan bagi generasi muda Hindu Indonesia
- Mengembangkan kemampuan berorganisasi yang sehat.
- Membangun sel pembinaan bagi generasi muda Hindu Indonesia
- Kaderisasi yang berkwalitas didalam proses regenerasi.
C. Perspektif Ekonomi
- Membangun generasi muda yang memiliki produktifitas kerja tinggi.
- Memberikan pembekalan dan pengayaan agar cerdas membaca dan mensikapi peluang pasar dan pangsa pasar kerja.
- Menyiapkan kader yang sehat dan berkemampuan dalam lahir dan batin.
- Membangun kemandirian ekonomi dilingkungan umat Hindu Indonesia
D. Perspektif Sosial
- Membangun jiwa generasi muda Hindu Indonesia berjiwa Tat Twam Asi
- Pelatihan yadnya sebagai esensi penghayatan dharma.
- Membangun rasa kesetiakawanan social sesama generasi muda Hindu Indonesi
E. Perspektif Budaya
- Wadah transformasi nilai dan pengembangan seni dan budaya.
- Membentuk comunitas seni dan budaya Hindu Indonesia
- Mengembangkan budaya kerja yang berlandaskan ajaran Agama Hindu
Tujuan Pasraman Gladi Karya
Memberikan pengembangan religiusitas, mencakup pembekalan dan pengayaan kompetensi sebagai keunggulan komperatif bagi generasi muda Hindu Indonesia yang meliputi;
- Anwisaki (kualitas intelektual) . Disini harus dikembangkan nilai plus dengan pembekalan dan pengkayaan kompetensi intelectual. Kwalitas dalam ini akan mampu membuka cakrawala pandang atau wawasan yang lebih luas dan komprehensif. Sehingga cerdas didalam membaca, mensikapi dan menangkap peluang pasar dan pangsa pasar kerja yang ada disekitarnya.
- Wedatrayi (kualitas spiritual). Disini dimaksudkan memiliki keunggulan didalam regiositas yang berdasarkan nilai-nilai dharma. Kita harus mampu memberikan keunggulan ini dengan bentuk tekad dan semangat kerja yang tinggi, dedikatif dan loyalitas selaras dengan nilai-nilai dharma. Hal ini kan menjamin terciptanya budaya kerja.
- Varta (kualitas skill). Dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa kita tidak hanya sekedar lulus dari suatu jenjang pendidikan (intrinsic) namun mesti memiliki kwalitas kompetensi skill (ketrampilan) yang selaras dengan kebutuhan pasar kerja. Dengan demikian akan didapatkan produktifitas kerja yang tinggi.
- Danda (kualitas emosional). Hal ini dikaitkan dengan kedewasaan emosional seseorang didalam mensikapi segala permasalahan yang tengah berkembang, sehingga terjamin lingkungan kerja yang kondusif.
Harapan
Perkembangan zaman yang kini tengah berada dalam percepatan ilmu pengetahuan dan terapan teknologi canggih, nampaknya sulit bagi sebagian besar generasi muda kita untuk mengikutinya, karena keterbatasan-keterbatasan yang mengungkungnya. Oleh karenanya sungguh bijaksana manakala kita – para elite umat baik yang duduk dalam jajaran structural maupun non struktural dapat menangkap aspirasi generasi muda dengan membuka keterbatasan-keterbatasan itu. Mereka membutuhkan kail dan empang, bukan ikannya. Pasraman Gladi Karya dapat memberikan nilai plus agar mampu bersaing, Sehingga memiliki ruang yang lebih luas dalam akses formasi kerja bagi generasi muda Hindu Indonesia.
Penyumbang Artikel:
Kasiyanto, S.Ag (Ketua Badan Penyiaran Hindu Prov. Jawa Tengah)