Berita Hindu Indonesia - Tabuh Rah adalah
taburan darah binatang korban yang dilaksanakan dalam rangkaian Upacara Yadnya.
Penaburan darah dilaksanakan dengan: Menyembelih, Perang Satha (Telung
Perahatan) dilengkapi dengan adu-aduan (Kemiri,
Telur/Taluh, Kelapa, Andel-andel, beserta Upakaranya.
Tabuh Rah Bukan Judi |
Ritual
Tabuh Rah yang sebenarnya adalah melepas 2 ekor ayam jantan yang mempunyai
taring di kakinya untuk di adu. Begitu tiga kali ayam itu melakukan benturan
(Tiga Parahatan/3 sehet), ritual itu sudah selesai.
Ayam
yang dilepas tidak memakai taji dan taruhan. Arti dari ritual Tabuh Rah
tersebut adalah: Hidup ini penuh dengan pertarungan, jangan pernah menyerah dan
butuh semangat untuk berjuang dan melawan kelemahan-kelemahan kita.
Taring
yang tajam pada tanduk ayam bisa diibaratkan pikiran yang cerdas dan senjata
utama untuk mengarungi kehidupan ini. Disamping itu harapannya adalah agar
manusia-manusia yang melaksanakan upacara tersebut memiliki nyali yang besar
untuk melawan ketidak benaran dan tidak takut untuk kalah.
Dasar-dasar
penggunaan Tabuh Rah termuat dalam:
1.
Lontar Siwa Tattwa Purana.
2.
Lontar Yadnya Prakerti.
3.
Prasasti Sukawana A I 804 Saka.
4.
Prasasti Batur Abang A 933 Saka.
5.
Prasasti Batuan 944 Saka.
Jadi sesungguhnya didalam pelaksanaan Tabuh Rah tidak diperkenankan
menggunakan taruhan dan dipakai sebagai Judi, sebab sudah dengan jelas
disampaikan didalam Veda bahwa Judi tidak diperbolehkan.
Didalam
Menawa Dharmasastra IX.221
disebutkan sebagai berikut:
"Perjudian
dan pertaruhan supaya benar-benar dikeluarkan dari wilayah Pemerintahan karena
kedua hal itu menyebabkan kehancuran Negara.
Tidak
dapat dielakkan didalam masyarakat banyak yang melakukan pembenaran terhadap
Judi yang dilakukan di Area Pura, padahal hal tersebut tidak diperbolehkan
mengingat Pura adalah Tempat Suci.
Semoga
dapat dibedakan antara Tabuh Rah dengan Judi, mengingat Agama Hindu tidak
membenarkan adanya Judi. Dalam cerita Mahabaratha juga sudah digambarkan
bagaimana Panca Pandawa hidupnya hancur dan menderita akibat judi. Serta dalam
cerita babad Manik Angkeran yang merupakan putra dari Mpu Sidimantra juga
hancur hidupnya akibat judi.
Sumber Artikel : Manawa Dharmasastra