Berita Hindu Indonesia - Ketika petani masih
menanam Padi Bali, sebutan untuk padi yang berusia panjang, banyak muncul sekaa yg
lahir dari sawah. Selain sekaa manyi, ada sekaa makajang, yakni sekumpulan
orang yg mengangkut padi dari sawah ke rumah dan dimasukkan lumbung. Ada sekaa
mabulung, yakni sekumpulan orang yg membersihkan padi dari rumput liar. Ada
sekaa ngabut bulih, yakni sekelompok orang yg mencabut benih padi dan dibawa ke
petak2 sawah. Sementara anak2 asyik mencari capung, belalang dan serangga sawah
lainnya.
Panen Padi Tahun 1990-an |
Budaya agraris ini
bukan saja melahirkan sekaa yg begitu aneh untuk ukuran jaman modern, tetapi
juga melahirkan kesenian spontan. Ibu2 yg tergabung dalam sekaa mabulung
terampil memainkan alu, sementara dari mulutnya keluar tembang yg liriknya
spontan.
Ketika padi sedang
panen, yg memanen biasanya kaum wanita, kaum lelaki bertugas mengikatnya. Pesta
panen padi itu masih pula diwarnai suara seruling dari batang padi yg digemari
anak-anak, ada yg sekedar bunyi layaknya terompet.
Orang Bali di masa
lalu, ketika kehidupan agraris masih menjadi urat nadi keseharian, belajar
menembang di tengah sawah. Inilah arena latihan mereka, alam yg terbuka. Tidak
ada yg memburu waktu mereka, karena padi yg dipanen tetap dijemur di tengah
sawah.
Budaya agraris sekarang
sudah menjadi masa lalu. Industrialisasi masuk ke Bali dan orang mulai dipompa
untuk hidup dikejar2 oleh waktu. Semuanya serba terburu2 dan alat2 modern untuk
memburu waktu, juga didapat dgn mudah.
Untuk apa menanam Padi
Bali yg baru dipanen setelah 5 atau 6 bulan? kelamaan, dan diperkenalkanlah
padi usia pendek, hanya 3 bln sudah panen. Tanah tak perlu terlalu digemburkan,
beri saja byk pupuk kimia. Pupuk ditebarkan ke sawah. Rumput2 liar juga
berkurang, sekaa mabulung lenyap.
Padi tak lagi masuk ke
lumbung, Dewi Sri sudah mulai dilupakan. Sekaa makajang? Rasanya sudah tidak
ada lagi, yg ada deru tukang ojek dgn motornya yg siap mengangkut karung2 gabah
ke penyosohan. Semuanya serba cepat
Sumber : Sejarah Bali