ilustarasi |
Pendahuluan
Manusia
hidup dalam lingkungan dan melakukan interaksi dengan komponen-komponen yang
ada di lingkungannya. Interaksi tersebut dapat terjadi dengan komponen biotik
maupun abiotik serta sosial budaya. Pada awalnya interaksi antara manusia
dengan lingkungannya berjalan secara serasi, selaras, dan seimbang. Namun,
belakangan ini hubungan tersebut berjalan secara serasi, selaras, dan seimbang.
Manusia dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologinya lebih bersifat
eksploitatif terhadap alam, sehingga muncul berbagai masalah lingkungan.
Pembahasan
Pengertian
Humanis
Secara historis
humanisme dalam bingkai modernitas melahirkan humanisme modern (modern
humanism). Humanisme modern memisahkan dan bahkan menganggap tidak perlu
terhadap nilai-nilai spiritualitas transenden (Luca 1972, 5). Agama sebagai
sesuatu yang inheren dalam diri manusia dinafikan, karena agama dalam
perspektif modernitas dianggap tidak dapat menyelesaikan problematika sosial, sehingga cara pemecahan
rasional yang serba positif dan temporal menjadi sangat penting.
Melihat
kecenderungan humanisme modern sebagaimana tergambar di atas, maka sangat wajar
jika Mario Bunge (2000,16) membagi dua model humanisme, yaitu humanisme sekular
dan humanisme religius. Humanisme sekuler (secular humanism) melihat manusia
dan masyarakat atas dasar rasionalitas, sedangkan humanisme religius (religious
humanism) melihat manusia dan masyarakat berdasarkan pada nilai-nilai moral
(etika) sebagaimana yang lazim terdapat dalam agama.
Saat ini, baik
humanisme sekuler maupun humanisme religius, keduanya belum mampu mengantarkan
terbentuknya individu dan masyarakat ideal.Humanisme sekuler, sekalipun
didukung oleh kemanjuan teknologi, belum dapat menyelesaikan problematika
individu dan masyarakat, terutama individu dan masyarakat modern Barat,
misalnya terhadap krisis spiritual, krisis lingkungan dan sebagainya (Nasr
1975, 3-5). Humansime sekuler dianggap telah gagal menjadi filosofi hidup
manusia karena ternyata belum mampu mengangkat harkat kemanusiaan (humanistik)
dan eksistensi manusia yang sebenarnya serta kehilangan spirit keagamaan
sehingga manusia sekular selalu mengalami kegelisahan spiritual. Di lain pihak,
humanisme religius selalu dipahami dalam makna yang sempit, dan luas.
Kesimpulan
Humanisme yang
berkembang saat ini dapat di pandang sebagai bentuk gerakan lintas budaya dan
universal, dalam arti berbagai sikap dan perilaku etis setiap bentuk tindakan
manusia dalam berbagai aspek kehidupannya, bertujuan membentengi martabat
kemanusiaan manusia itu sendiri. Humanisme religious berlandaskan pada
keyakinan dan nilai-nilai etik-spiritual yang kokoh, bahwa setiap manusia harus
diperlakukan sebagai manusia, dapat menyatukan manusia yang berbeda, baik
perbedaan keyakinan dan pola kehidupan sosial, sebuah masyarakat yang
melindungi martabat seluruh anggotanya, karena manusia yang ada di dalamnya
menjadi sasaran utama.
Aktualisasi
humanisme religius menuju humanisme spiritual merupakan salah satu model yang
baik dan pantas ditawarkan bagi upaya menyikapi tantangan global dengan mencoba
menemukan kembali nilai-nilai kemanusiaan yang hilang. Humanisme religius tidak
memisahkan dunia ke dalam bidang yang berbeda dan mampu melihat akal atau
rasionalitas dan pengalaman mistis spiritualis terpancar dari sumber yang sama.
Oleh karena itu, perlu menata kembali nilai kebersamaan yang humanis, karena
ungkapan tersebut mengandung banyak nilai yang berharga. Sikap
humanis-religius, yakni sikap yang mengedepankan sisi-sisi kemanusiaan dan
nilai-nilai religi (agama). Humanisme religius mengajarkan kepada manusia untuk
berlaku adil antar sesama dan hidup damai di tengah kancah perbedaan. Kejahatan
dan penghancuran nilai-nilai kemanusiaan, merupakan bentuk penodaan kesucian
Tuhan, dirinya, agama dan para pemeluknya. Sikap marah atau kejam atas nama
agama (Tuhan) menurut penulis sangat menjijikkan, justru penghinaan terhadap
Tuhan.
Nilai-nilai etis
sebagai standar moral bagi bangunan masyarakat humanis yang religius saat ini
telah terkikis oleh krisis spiritual manusia. Agama seakanakan tidak lagi dapat
berperan menyelesaikan problem kehidupan, bahkan kini dianggap telah menjadi
sumber kekerasan dan petaka yang semakin mengancam nilai-nilai kemanusiaan.
Untuk itu perlu perhatian serius dari insan beragama dalam menata ulang
kehidupan yang harmonis dan seimbang sesuai dengan tatanan universal alam
semesta yang membawa rahmat bagi seluruh isi di dalamnya.