Berita Hindu Indonesia - Kasus penelanjangan di Tanggerang dapat dijadikan refleksi atas kondisi sosial kini. Mereka adalah cerminan dari manusia-manusia yang prustasi, dan efek dari kemunafikan agama yang memandang seksual sebagai sesuatu yang tabu, dan sesat. Daging, darah, tubuh, bau, payudara, vagina, venis, sperma, ovum dst sebagai kekotoran yang dapat mendatangkan kejatuhan di limbah neraka. Doktrin yang demikian, justru akan mengkebiri sisi kealamiahan manusia yang memang harus memiliki hasrat seksual yang berpuncak pada perjumpaan tubuh. Pertentangan antara doktrin agama (tertentu) dan hasrat lahiriah (seksualitas) berdampak pada kekerasan psikologis. Klimaks dari semua itu adalah "prustasi dan setres". Ciri masyarakat prustasi dalam ilmu psikologi sosial, yakni begitu gampang terpropokasi, dan melakukan penghakiman atas "agama, iman dan ayat-ayat suci" (hati-hati setan pun bisa mengutip ayat suci demi dalih pembenaran).
Seksualitas dalam Tantra adalah salah satu jalan menuju pada "pencerahan diri" hingga mencapai kelepasan/kebebasan. Selain memang Tantra menerima sekssualitas tersebut sebagai sebuah sisi dari kealamiahan manusia sebagai makhluk yang bertumbuh dan berkembang. Seks bukanlah sesuatu yang menjijikan dan sedemikian rupa membawa manusia pada kejatuhan. Justru seks adalah “obat” bagi jiwa yang terluka sehingga hidup menjadi menggembirakan dan penuh dengan vitalitas serta bahagia. Sebab dalam Tantra, seks akan dapat menjadikan nafsu, birahi (emosional) dapat menjadi energi kreativitas yang tinggi. Merepresi dan menegasikan (menghilangkan) seks, maka emosional dalam diri akan melakukan perlawanan dan menekan psikis, sehingga hormon “Endorpin” (hormone kegembiraan) akan tertutup. Justru dengan seks hormon kegembiraan akan membuat semua lapisan mental berada pada kondisi alpha dan tetha.
Seks yang baik dan dilakukan dengan teknik Tantra, maka dapat membawa gelombang otak (Brainwave) pada kondisi yang tenang. Sebab seks yang baik, dilakukan dengan sadar penuh melalui sentuhan-sentuhan dan postur tubuh serta ciuman yang dapat mengaktivasi titik simpul saraf secara optimal. Terlebih ketika gesekan venis dan vagina dengan ritme yang teratur, dan olah nafas, serta menikmati panas dari energi prana yang terpancar hingga berpuncak pada orgasme, maka semua bentuk nafsu, emosional, kemarahan, birahi dan semacamnya akan terlepas. Terpenting, semua itu dilakukan dengan “kesakralan” yang tidak boleh terabaikan. Sebab seks dalam Tantrik Kiri adalah sesuatu yang sakral dan pemujaan kepada Sakti sebagai energi darimana semuanya terlahir, hidup dan kembali. Seks adalah mengalami energi kreasi (creator spirit) sebagai bentuk penghormatan kepada perempuan sebab di dalamnya ada perpaduan “rasa” (sakti bhawa). Bayangkan….perempuan tidak ada parasnya yang cantik, tidak ada payudaranya, dan tidak ada vaginanya dst…wah…setresss!!!!! Jadi, seks bukan menjijikan tetapi tangga menuju pencerahan diri dan pensakralan tubuh sebagai “meru” nya Jiwa.