Berita Hindu Indonesia - Setelah hujan reda para Pandawa yang berlindung di bawah pepohonan mulai keluar dan berkumpul bersama, hanya Drupadi yang belum keluar dari tempat berteduhnya. Memperhatikan keadaan ini Bima malu-malu secara terselubung mencoba untuk mencarinya. Dari kejauhan dilihatnya Sang Dewi dengan raut wajah murung sedang menyisir rambutnya yang basah kuyup terkena guyuran air hujan dengan lentik jari jemarinya. Walaupun demikian tetap memancarkan kecantikan dan keanggunannya sebagai putri trahing kusuma rembesing madu. Kebetulan disamping tempat duduknya tumbuh bunga tanjung yang indah. Kelihatannya Sang Dewi tertarik dan dipetiknya bunga itu untuk mengikat rambutnya. Sayang nampaknya bunga itu tidak cukup untuk mengikat rambutnya yang terjuntai panjang itu, maka ia menengok kekanan kiri mencoba mencari bunga tanjung yang lainnya.
Melihat keadaan itu Bima tersentuh hatinya. Ia membayangkan seorang putri maharaja yang cantik jelita mau hidup sengsara di tengah hutan bersamanya, hanya terdorong rasa cintanya terhadap Pandawa. Tiada kuasa menahan kepedihannya itu Bima langsung pergi untuk mencarikan bunga tanjung ditempat yang lain.
Ternyata tidak semudah yang dibayangkan, perjalanan Bima sudah cukup jauh, hutan belantara yang sedemikian lebatnya itu tidak sekuntum bunga tanjungpun ditemukan. Ia tetap bertekad tidak akan pulang sebelum membawa bunga tanjung. Pencarian terus dilakukan mengikuti gerak langkah kakinya mengayun.
Watak Bima yang sangat keras, tanpa memikirkan risiko dan akibat yang akan terjadi, ternyata menjadi perhatian kakaknya, Hanoman. Menurutnya, perjuangan Pandawa tidak hanya sekedar untuk mengambil kembali haknya yang telah dirampas oleh Kaurawa. Tetapi lebih jauh dari itu memiliki missi suci demi tegak dan lestarinya kebenaran. Oleh karenanya Bima sebagai tulang punggung di dalam pecahnya perang Baratayuda yang merupakan pertaruhan antara dharma melawan adharma, wataknya yang demikian itu mesti harus dibenahi. Karena jika dibiarkan begitu saja akan berakibat sangat buruk dan fatal dikemudian hari. Kaurawa didalamnya terdapat para ahli strategi busuk yang menghalalkan segala cara untuk mencengkeram hak-hak Pandawa yang dirampas. Hanoman sebagai kakak merasa bertanggung jawab dan berkewajiban untuk senantiasa mengawal gerak langkah adiknya yang sangat disayangi itu.
Perjalanan Bima kali ini nampaknya merupakan kesempatan yang tidak dibiarkan begitu saja, untuk dapat mengingatkan bagaimana adiknya dapat mengendalikan emosinya. Ditengah limitan jalan hutan yang diperkirakan akan dilewati Bima, Hanoman terlentang berpura-pura sakit. Ternyata tidak terlalu lama sesuai dengan rencana Bima melewati limitan jalan itu. Perjalanannya terhalang oleh Hanoman yang ekornya sengaja dibentangkan menutupi jalan setapak itu. Sambil geram Bima menyapa: “Hay kera tua, degil dan jelek. aku sedang pusing tidak mempunyai waktu untuk meladeni kamu. Minggir ¡” Hanoman dengan nada kesakitan, menjawab:
“Raden, saya sedang sakit, tidak kuasa untuk melangkah. Maafkan saya mengganggu perjalanan Raden. Jika raden memang akan lewat, langkahi saja tidak apa-apa”.
Bima melanjutkan pembicaraannya: “Oh, kamu kera bisa bicara. Benar katamu, aku memang seorang raden salah satu putra Pandu. Namaku Bima. Sebagai seorang ksatria senantiasa menjaga tradisi keluarga menghargai sopan santun. Oleh karenanya tidak mungkin aku dapat melangkahi kamu“.
Hanoman: “Sungguh sebuah kebahagiaan bagi saya dapat bertemu dengan raden - putra Pandu. Jika memang demikian tolong pindahkan diriku kepinggir jalan agar raden bisa lewat”.
“Dasar kera jelek, bikin kerjaan orang saja” keluh Bima sembari mendekati Hanoman mencoba mengangkatnya.
Tetapi apa yang terjadi, Bima yang gagah perkasa dan mempunyai kekuatan super rosa itu; jangan lagi mengangkat badan si kera kecil degil itu, menggeser ekornya saja tidak mampu, akhirnya berkata: “He kamu sesungguhnya siapa, jangan lagi mengangkatmu, menggeser ekormu saja aku tidak mampu. Aku menyerah”.
Sambil tertawa kecil Hanoman berkata: “Menyerah?, kata yang semestinya pantang diucapkan oleh seorang ksatria, apalagi seorang Pandawa. Tetapi kejujuran raden itu yang merupakan kekuatan luar biasa yang dapat menghancurkan segala rintangan dalam bentuk apapun”.
Dengan raut murung dibarengi malu Bima menjawab: “Lalu bagaimana, terserah apa maumu”
Hanoman menarik nafas lega dengan nada arif berkata: “Raden sesungguhnya saya sudah mengerti kesulitan yang raden hadapi”.
“Tahu?, tahu apa kamu” tanya Bima masih dengan nada sombong dan keheranan
Hanoman menjawab dengan senyuman: “Semuanya”
Bima semakin penasaran dan berkata : “Semuanya, baik jika perkataanmu dapat aku pegang, aku akan berguru kepadamu”.
Hanoman berdiri menunjukkan jati dirinya, sambil menjelaskan:
“Sesungguhnya saya mengerti kekesalan hati Raden. Tadi raden melihat secara sembunyi-sembunyi Sang Dewi Drupadi sedang mencari bunga tanjung untuk mengikat rambutnya yang basah kuyup. Karena disitu hanya ada sekuntum saja, tidak cukup untuk mengikat rmbut Sang Dewi yang terjuntai panjang. Hal ini nampaknya raden ingin menunjukkan rasa cinta kasihnya yang mendalam mencoba untuk mencarikan. Tetapi sayangnya sepanjang perjalanan sampai perjumpaan kita sekarang ini raden tidak menemukan bunga itu.”.
Bima menyela : “Kamu tahu dari mana, katanya jalan saja tidak bisa. Kok tahu masalah yang aku hadapi. Sekali lagi aku bertanya siapa sesungguhnya diri kamu”.
Hanoman melanjutkan pembicaraannya: “Saya Hanoman sesungguhnya merupakan saudara tua raden sendiri, sesama putra dari Dewa Bayu. Saya putra Dewa Bayu lewat ibu Anjani, sementara raden putra Dewa Bayu lewat ibu Kunti,. Jujur, pertemuan ini sebenarnya saya yang merencanakan. Keinginan untuk bertemu dengan adinda sudah cukup lama, tetapi baru sekarang dapat terlaksana. Jadi kejadian ini memang saya sengaja, agar saya dapat bertemu dengan adinda. Masalah bunga tanjung itu persoalan mudah, kita bicarakan nanti."
Selanjutnya Hanoman mengatakan bahwa baginya yang lebih penting adalah misi suci adinda untuk menegakkan dharma. Saya hidup dalam 2 era awatara; Shri Rama dan Shri Kresna. Ketika saya masih muda sebaya adinda, mengabdi kepada Shri Rama. Beliau sebagai lambang kebenaran (dharma) yang harus melawan keangkaramurkaan (adharma) yang diperankan oleh Rahwana. Sekarang saya melihat Avatara Shri Kresna yang harus menegakkan dharma yang diperankan Pandawa, termasuk didalamnya diri adinda, melawan adharma yang dimainkan oleh Kaurawa. Jadi permasalahannya tidak sekedar perebutan hak adinda yang dirampas oleh Kaurawa semata. Tetapi lebih jauh dari itu menyangkut tegak lestarinya dharma di dunia.
Apa yang saya lakukan ini sesungguhnya sebagai amanah yang diberikan Shri Kresna kepada saya untuk membimbing adinda. Sehingga pengalaman didalam kehidupan saya dan apapun yang saya miliki, menurut petunjuk Sang Avatara kiranya dapat dijadikan sebagai pegangan untuk melangkah bagi adinda.
Bima menyela lagi: “Jadi Jlitheng kakakku (sebutan Kresna) sudah tahu”
Hanoman menjawab: “Tidak hanya tahu, bahkan pertemuan ini skenarionya beliau sendiri, mana mungkin saya berani melakukan tanpa perintah beliau”.
Bima nampaknya sudah benar-benar menyerah dengan nada lirih, berkata: “ Sekarang kendali ada padamu, apa yang akan kamu sampaikan kepadaku”
Hanoman: "Banyak hal, sekarang yang penting kita sudah saling mengetahui, sehingga mudah didalam melakukan komunikasi batin diantara kita. Hanya satu hal menurut Shri Kresna yang perlu adinda perhatikan dan lakukan dalam perilaku kehidupan seharĂ-hari adalah bagaimana adinda senantiasa mampu mengendalikan diri. Watak keburu nafsu tanpa memperhatikan akibat yang akan terjadi sungguh sangat rentan terjadinya kelemahan yang pada saatnya nanti dapat dijadikan sebagai peluang bagi lawan. Oleh karenanya Shri Kresna berpesan untuk adinda berpikir secara jernih dahulu baru mengambil keputusan. Nah tugas saya sudah selesai." kata Hanoman.
"Sekarang masalah yang mendesak adalah kembali kepada bunga tanjung. Bunga itu hanya tumbuh di taman sorga yang dijaga oleh Dewa Kuwera. Supaya Sang Dewi tidak terlalu lama menunggu adinda segera saja kesana, mohonlah ijin kepada Sang Pukulun Dewa Kuwera. Namun sebelum sampai disana diperjalanan nanti akan adinda temui rintangan yang teramat berat. Karena dipintu sorga itu ada dua raksasa yang menjaganya, tidak serta merta mengijinkan siapapun yang akan melewatinya. Oleh karenanya mendekatlah adinda, akan saya bisikan ajian untuk mengatasi mereka berdua dan hambatan lainya yang muncul",
"Kesaktian kedua raksasa itu memang sangat luar biasa bahkan belum pernah terkalahkan oleh siapapun, hanya Nilarudraka dan Batara Kala saja yang berhasil dapat lolos, namun saya yakin adinda akan dapat menyelesaikannya dengan baik. Nah mumpung waktunya masih siang keburu malam pergilah, suatu saat nanti secara khusus saya akan temui adinda. Selamat jalan semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru dan senantiasa menuntunmu.”
Dengan nada mantab Bima berkata: “Hanoman kakakku, terima kasih, aku akan berusaha untuk melaksanakan segala petunjukmu dan sekarang mohon pamit”
Hanoman menjawab: “Selamat jalan adinda, semoga Tuhan memberkatimu”.